iii. Pemberaian Batuan
(i) dalam hal pemberaian batuan dilakukan dengan menggunakan metode pengeboran dan peledakan, dibuat kajian teknis yang yang paling kurang memuat:
(a) tingkat produksi;
(b) sifat fisik dan mekanik batuan;
(c) kondisi air tanah;
(d) kondisi geologi;
(e) kecepatan peledakan (velocity of detonation);
(f) bahaya kelistrikan (electrical hazard);
(g) fragmentasi hasil peledakan;
(h) batuan terbang (fly rocks);
(i) getaran peledakan (ground vibration);
(j) ledakan udara (air blast);
(k) anomali batuan mencakup reaktivitas batuan (ground reactifity), batuan panas (hot ground), kandungan gas metana dan gas beracun; dan
(l) analisis risiko;
(ii) geometri dan dimensi pengeboran dan pola peledakan ditetapkan oleh Tenaga Teknis Pertambangan yang Berkompeten;
(iii) perbandingan kedalaman lubang ledak terhadap burden (stiffness ratio) tidak boleh kurang dari 2 (dua) dan tidak boleh lebih dari 4 (empat);
(iv) pengeboran untuk lubang ledak pada material batuan penutup tidak boleh menyentuh lapisan batubara dan jarak antara lubang bor dengan lapisan batubara sekurang-kurangnya 0,5 (nol koma lima) meter atau berdasarkan hasil kajian teknis;
(v) dalam hal pengeboran lubang ledak menembus lapisan batubara dan akan diledakan dengan metode trough seam blast dilakukan berdasarkan hasil kajian teknis;
(vi) di area kegiatan pengeboran dan peledakan dibuat tanggul dengan tinggi sekurangkurangnya 1/3 (satu per tiga) roda alat angkut terbesar pada jarak 1 (satu) kali burden dari lubang ledak terluar;
(vii) nilai percepatan getaran, frekuensi dan kecepatan partikel yang dihasilkan dari kegiatan peledakan tidak lebih dari nilai yang dimasukan di dalam perhitungan faktor keamanan lereng tambang dan/atau timbunan;
(viii) dalam hal dilakukan perubahan geometri dan dimensi peledakan, jenis bahan peledak, jarak aman peledakan, tingkat getaran peledakan, dan metode terlebih dahulu dilakukan kajian teknis;
(ix) jarak aman peledakan bagi alat dan fasilitas pertambangan 300 (tiga ratus) meter serta bagi manusia 500 (lima ratus) meter dari batas terluar peledakan diukur pada jarak horizontal dan/atau berdasarkan kajian teknis;
x) kajian teknis dibuat dalam hal kegiatan peledakan pada jarak horizontal kurang dari 500 (lima ratus) meter dari rel kereta api, jaringan listrik, bendungan, dan bangunan publik lainnya;
(xi) baku tingkat getaran peledakan pada kegiatan tambang terbuka terhadap bangunan sesuai dengan ketentuan dalam SNI 7571:2010 serta perubahannya;
(xii) dalam hal lubang ledak terletak pada kondisi batuan panas (hot rock/hot ground) dengan temperatur lebih dari 55° (lima puluh lima derajat) celcius atau terdapat gas metana dengan konsentrasi gas lebih dari lower explosive limit (LEL) 50% (lima puluh persen) atau kondisi batuan bersifat reaktif (ground reactivity) dilakukan berdasarkan kajian teknis;
(xiii) kajian teknis untuk lubang ledak terletak pada kondisi batuan panas (hot rock/hot ground) dengan temperatur lebih dari 55°C atau terdapat gas metana dengan konsentrasi gas lebih dari lower explosive limit (LEL) 50% atau kondisi batuan bersifat reaktif (ground reactivity), memuat paling kurang:
(a) jenis dan sifat bahan peledak;
(b) upaya mengkondisikan lubang ledak menjadi aman untuk dilakukan pengisian bahan peledak; dan
(c) durasi waktu/waktu tinggal bahan peledak di dalam lubang ledak;
(xiv) area kerja yang akan dilakukan pengeboran dipastikan sudah dibebaskan dari material hasil peledakan dan tidak terdapat bahan ledak yang tertinggal;
(xv) dilarang melakukan kegiatan penambangan dengan jarak kurang dari 5 (lima) kali burden terhadap area yang telah diisi bahan peledak atau yang terdapat lubang gagal ledak;
(xvi) oxygen balance bahan peledak peka primer tidak boleh kurang dari 5,5% (lima koma lima persen) dan tidak boleh lebih dari 6,5% (enam koma lima persen) untuk fuel oil (solar) di dalam Ammonium Nitrat Fuel Oil (ANFO);
(xvii) dalam hal peledakan di area submarine, tidak boleh mengganggu biota;
(xviii) kajian teknis yang berkaitan dengan pemberaian batuan disampaikan dalam laporan khusus kepada Kepala Inspektur Tambang;